Terungkap! Perilaku Konsumen FMCG Berubah Selama 3 Dekade

FILE - A view of a Unilever logo, displayed outside the head office of PT Unilever Indonesia Tbk. in Tangerang, Indonesia, Tuesday, Nov. 16, 2021. Unilever, which makes Vaseline skin care products and Ben & Jerry’s ice cream, says it's laying off 1,500 staff as part of a company-wide restructuring. The proposed changes mean that senior management jobs will be cut by about 15% while junior management roles will be reduced by 5%, it said Tuesday Jan. 25, 2022. The London-based consumer goods giant employs 149,000 people globally.  (AP Photo/Tatan Syuflana, FIle)

Perilaku atau karakter konsumen di industri consumer terus mengalami perubahan, terlebih di era teknologi saat ini. Dengan perkembangan jalur distribusi dan produk yang semakin bervariatif, persaingan di sektor ini pun semakin kompetitif.

Presiden Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti bahkan menyebut, setidaknya perubahan karakter konsumen di Indonesia untuk produk fast-moving consumer goods (FMCG) telah terjadi dalam tiga dekade, yakni periode 1995 – 2005, 2005 sampai 2015, dan 2015 hingga saat ini.

Pada periode 1995-2005 kata Ira, para produsen pun tidak sulit mengejar pertumbuhan bisnis, mengingat kompetisi belum terlalu masif.

“Kalau kita lihat di awal 1995 sampai 2005, konsumen Indonesia masih melihat segala sesuatu dari sisi basic dan kategori yang ada di market masih belum sophisticated, seperti sampo, oral care, home care, dan mereka masih terekspos satu platform, yakni TV, dan belanja banyak di pasar,” ungkap dia kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Kemudian periode selanjutnya yakni pada 2005 sampai 2015, konsumen di Indonesia memiliki banyak pilihan produk karena kanal penjualan modern mengalami perkembangan. Dengan menjamurnya minimarket, konsumen mulai dapat memilih produk dengan kategori perawatan wajah, perawatan kulit, deodoran, dan sebagainya.

“Perubahan yang terjadi di channel yang tadinya tradisional menjadi modern juga mengakibatkan banyak player FMCG yang masuk ke Indonesia, terutama dari internasional,” terang dia.

Ira menjelaskan bahwa sebelum terbukanya kanal penjualan yang lebih modern, perlu distribusi yang kuat bagi para pelaku untuk masuk ke pasar Indonesia. Namun hal ini tidak terjadi ketika kanal penjualan modern mulai menjamur di Indonesia sebab para pelaku otomatis mendapatkan jalur distribusi yang lebar.

“Ini yang mengakibatkan market semakin bergairah, kompetitor banyak, dan konsumen memiliki pilihan yang lebih banyak,” tegas Ira.

Selanjutnya pada periode terakhir, yakni 2015 hingga sekarang, terjadi pertumbuhan dari karakter konsumen kelas menengah ke atas. Menurut dia, karakter konsumen ini memberikan peluang yang besar bagi pasar FMCG di Indonesia kerana mereka akan membayar lebih untuk mendapatkan produk yang juga menawarkan kelebihan.

Dia memproyeksikan kontribusi kelas menengah ke atas terhadap pasar FMCG di Indonesia akan mencapai 60% dari total populasi pada 2030. Adapun saat ini kontribusi profil konsumen ini mencapai 47%.

“Jadi ada peluang besar yang bisa datang dari sini. Apalagi dengan urbanisasi yang luar biasa cepat. Itu sudah pasti akan memenuhi pertumbuhan market FMCG di Indonesia,” ungkap Ira.

Profil konsumen lain dalam periode ini adalah konsumen muslim, di mana mereka mulai kerap mengekspresikan gaya hidup yang sudah dibentuk oleh keyakinannya. Ira menjelaskan banyak profil konsumen muslim yang memilih produk berdasarkan value dan komposisi yang memberikan benefit tertentu.

Sebagai contoh konsumen muslim yang memilih produk shampo dengan benefit khusus bagi pengguna hijab.

“Mereka ingin produk yang nyaman dan memberikan kesegaran yang lebih panjang. Itu benar-benar merubah dari strategi inovasi Unilever terhadap market,” ungkapnya.

Di samping kelas menengah ke atas dan kalangan muslim, perkembangan teknologi digital juga turut mengubah kebiasaan konsumen. Di mana konsumen memiliki cara tersendiri dalam mendapatkan informasi dan ekspektasi mengenai produk yang mereka inginkan.

“Sehingga konsumen bisa kami tangkap dari journey yang mereka lalui kesehariannya. Jadi e-commerce menjadi penting, komunikasi di digital menjadi penting, harus ada konten yang bagus di Instagram, TikTok, FB, dan platform lainnya,” pungkas Ira.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*