Beda Kasus Shell & Air Products Cabut dari Mega Proyek Jokowi

Air Products & Chemicals Inc. (Dok. airproducts)

Dua perusahaan raksasa dunia telah memutuskan untuk meninggalkan proyek kebanggaan pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini. Dua perusahaan tersebut yaitu Shell, perusahaan minyak dan gas bumi asal Belanda, dan Air Products and Chemicals Inc, perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat.

Shell telah memutuskan hengkang dari salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) Blok Gas Masela, Maluku. Shell akan menjual 35% kepemilikan hak partisipasi (Participating Interest/ PI) di Blok Masela yang dijadwalkan baru akan beroperasi pada 2027 mendatang.

Sementara Air Products and Chemicals Inc mundur dari proyek hilirisasi batu bara di Indonesia, seperti Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dan metanol di Kalimantan Timur.

Namun demikian, “kabur”-nya kedua perusahaan raksasa dunia dari proyek strategis di Indonesia ini tetap memiliki perbedaan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan perbedaan di antara kedua kasus tersebut.

“Kan dia (Air Products) belum apa-apa, dia punya duit, lisensi. Kalau Shell kan tadi ambil saham 35%, itu dia ngeluarin duit, kalau Air Products kan belum apa-apa,” jelas Arifin saat berbincang dengan media di Gresik, Jawa Timur, dikutip Senin (8/5/2023).

Selain itu, Arifin mengatakan bahwa Air Products mengundurkan diri dari rencana investasi hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) dan metanol di Indonesia dikarenakan perusahaan tersebut lebih tertarik untuk berinvestasi di dalam negerinya sendiri. Pasalnya, Pemerintahan Joe Biden memberikan insentif besar-besaran untuk pengembangan energi hijau di dalam negeri.

“Ini juga Air Products lebih tertarik investasi di negerinya,” tambah Arifin.

Seperti diketahui, Air Products and Chemicals Inc memutuskan hengkang dari dua proyek kerja sama hilirisasi batu bara RI. Keputusan hengkangnya perusahaan raksasa asal Amerika Serikat itu disampaikan melalui surat kepada Pemerintah Indonesia.

Air Products sendiri memilih tidak lagi melanjutkan kembali dua proyek gasifikasi batu bara di Indonesia. Keduanya yakni terkait proyek DME sebagai pengganti LPG dengan PTBA dan Pertamina, serta proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol dengan perusahaan Group Bakrie yang batu baranya akan dipasok oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.

Direktur Utama PTBA Arsal Ismail menjelaskan Air Products sendiri sudah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah Indonesia mengenai keputusan tersebut. Namun, ia tak membeberkan secara detail alasan Air Products memutuskan pergi dari proyek DME yang digadang-gadang menjadi pengganti gas LPG ini.

“Mereka sudah kirim surat resmi alasannya itu mungkin ini masih berproses. Mereka mungkin punya alasan tersendiri itu ada di Kementerian nanti lah yang bisa jelaskan lebih detail,” kata Arsal ditemui di Jakarta, Kamis (9/3/2023).

Menurut Arsal pihaknya sendiri masih akan tetap berkomitmen untuk menjalankan proyek hilirisasi batu bara di dalam negeri sekalipun tanpa Air Products. Mengingat, program hilirisasi batu bara merupakan upaya untuk mendukung ketahanan energi nasional.

Sedangkan, pada kasus Shell, perusahaan mengungkapkan bakal keluar dari proyek gas raksasa Blok Masela di Maluku dengan menjual kepemilikan hak partisipasi sebesar 35%.

Akibat dari dampak mundurnya Shell, pemerintah harus mencari pengganti di proyek gas raksasa tersebut. Saat ini, PT Pertamina (Persero) yang sedang menjajaki untuk masuk ke dalam pengelolaan Blok Masela sebagai pengganti Shell.

Dengan keluarnya Shell dari proyek Blok Masela, pemerintah pun mendorong agar BUMN migas yakni Pertamina dapat masuk untuk mengambil 35% hak partisipasi milik Shell tersebut. Saat ini pemerintah masih menunggu keputusan resmi dari Pertamina untuk bergabung dan mengambil alih saham Shell di Blok Masela.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*