Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan fakta fenomena ‘buang dolar’ alias dedolarisasi di kancah global yang semakin kencang.
Mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF), Perry mengatakan penggunaan dolar di dunia telah berkurang dari 70% menjadi 50% saat ini.
“Ini adalah diversifikasi currency yang mendukung mata uang lokal,” papar Perry, Senin (8/5/2023).
Untuk lebih jelasnya, dolar AS tetap dominan dalam cadangan devisa global meskipun bagiannya dalam cadangan devisa bank sentral telah turun dari lebih dari 70% pada tahun 1999 ke kisaran 50%, menurut data IMF.
Dikutip dari CNBC Internasional, data Komposisi Mata Uang Cadangan Devisa (COFER) IMF menunjukkan dolar AS menyumbang 58,36% dari cadangan devisa global pada kuartal keempat tahun lalu.
Relatif, euro berada jauh di urutan kedua, menyumbang sekitar 20,5% dari cadangan devisa global sementara yuan Tiongkok hanya menyumbang 2,7% pada periode yang sama.
Fenomena dedolarisasi ini didorong oleh perubahan dinamika ekonomi global, termasuk sanksi AS untuk Rusia. Tren dedolarisasi diyakini dapat menguntungkan ekonomi lokal dalam beberapa cara.
Perry mengatakan BI terus memperluas kerja sama local currency transaction atau penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan, investasi hingga sistem pembayaran di ASEAN 5.
“Dengan semakin meluasnya local currency, tentunya stabilitas nilai tukar kan lebih terjaga, dan juga ini akan lebih efisien, biaya transaksinya lebih murah,” tegas Perry.
“Kalau dulu orang Thailand ke sini, kan menukar ke dolar dulu, baru ditukar lagi. Sekarang kan cukup duduk, pakai HP saja kan QR Code kita sudah nyambung QR Code mereka. Ini biaya transaksinya lebih murah,” tambah Perry.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgievas sebelumnya membenarkan dolar AS secara bertahap kehilangan statusnya sebagai mata uang cadangan utama dunia.
“Dalam sebuah konferensi di AS, Senin waktu setempat, ia berujar perubahan telah terjadi. “Ada pergeseran bertahap dari dolar, dulunya 70% dari cadangan, sekarang sedikit di bawah 60%,” tegasnya di acara Global Milken Institute 2023 dikutip Senin (8/5/2023).
Meski belum bisa tergantikan dalam waktu dekat, tambahnya, pesaing AS terbesar sudah bermunculan. Ini antara euro, dengan potensi paling massif.
Ada pula pound Inggris, yen Jepang dan yuan China. “Mereka memainkan peran yang sangat sederhana,” katanya.